L A B E L

Labeling, Labelling, Labeler, Iklan, BO - Bimbingan Orang Tua -, D - Dewasa -, SU - Semua Umur -, Film, Movie, Kartun, dan Pendidikan. Blog ini untuk membantu kita melihat sisi lain dari persepsi yang diinginkan dari marketer dunia. Jangan mau jadi korban iklan dan acara tv.

Nolak Satu M


By Akmal:

assalaamu’alaikum wr. wb.

Saat memberikan kuliah hari Sabtu yang lalu (05/07), Ust. Didin Hafidhuddin membagi kisah yang didapatnya dari perbincangan dengan Gubernur Jabar yang baru saja terpilih, yaitu ust. Ahmad Heryawan. Menurut cerita Sang Gubernur, tidak lama setelah beliau dilantik, datanglah seorang pengusaha besar kepada beliau yang hendak ‘menyetor’ uang. Jumlahnya tidak main-main ; tidak kurang dari 1 miliar rupiah!

Bagi mereka yang mengenal ust. Ahmad Heryawan secara pribadi pasti tahu bahwa beliau adalah pribadi yang sangat bersahaja. Kehidupannya selama ini selalu sederhana, baik sebelum menjadi anggota dewan maupun sesudah. Menolak 1 miliar rupiah bukan perkara yang gampang. Bayangkan betapa banyak permasalahan finansial yang bisa diselesaikan dengan uang sebanyak itu ; mulai dari sekolah anak sampai kuliahnya, biaya hidup, biaya renovasi rumah (kalau perlu), beli mobil (kalau mau), dan sebagainya.

Akan tetapi uang itu ditolak dengan lembut. Kata Sang Ustadz (merangkap Gubernur), kalau mau menyumbang, nanti ia akan mengirimi daftar sekolah yang butuh bantuan, rumah sakit yang kurang dana, dan semacamnya. Tidak perlu lagi setor-setor ke Gubernur, karena masing-masing sudah mendapat gaji yang cukup layak.

Ust. Didin menambahkan bahwa kalau ustadz yang jadi pejabat memang harus beda dari yang lain. Tidak lupa beliau juga memberi saran agar lain kali menerima tamu yang semacam itu harus ditemani minimal dengan seorang sahabat yang terpercaya. Selain supaya ada saksi (supaya nama baik tidak tercemar di mata KPK), juga untuk menguatkan hati agar tidak pernah tergoda untuk melakukan maksiat.

Saya pun berbisik pada Mas Satriyo, “Dalam satu malam saja bisa bikin pahala semiliar! Ngiri nggak tuh?”

Bicara memang gampang. Tapi sebenarnya posisi Sang Ustadz tidak seenak itu ketika melihat uang semiliar di hadapannya. Sebab selain berpotensi mendulang pahala semiliar rupiah, beliau pun bisa mendapat dosa semiliar rupiah. Semua tergantung pada imunitasnya sendiri terhadap godaan hawa nafsu. Mau melawan atau tunduk? Mau yang enak tapi haram, atau yang jauh lebih enak tapi halal?

Kontras sekali dengan posisi Al Amin Nur Nasution yang – saya yakin – kini sedang menghadapi masa-masa terberatnya. Sudah jatuh tertimpa tangga, itu masih lumayan. Sekarang ini ia sudah jatuh, tertimpa tangga, lalu digebuki massa pula. Belum selesai kasus suapnya, kini mengemuka beberapa tuduhan baru setelah rekaman pembicaraannya disiarkan ke seluruh penjuru Indonesia. Belum lagi urusan rumah tangganya yang carut-marut.

Kita tidak perlu mendahului pengadilan. Al Amin belum dinyatakan bersalah oleh Hakim. Yang jelas, sebelum palu diketuk pun, masyarakat sudah menghakiminya duluan. Ini adalah siksaan yang sangat berat, dan saya tidak mau membayangkan bagaimana rasanya berada dalam posisi Al Amin kini.

Kasus Al Amin – terutama rekaman suara yang diperdengarkan kemarin – telah mengajarkan kepada kita betapa orang-orang yang suaranya terekam di situ telah kehilangan sensitifitas hati nuraninya. Mereka merasa jauh dari pengawasan Allah SWT, dan jelas telah jauh pula dari predikat ‘ihsan’. Betapa ngeri membayangkan uang ratusan juta bisa dikorup hanya melalui pembicaraan singkat di telepon saja. Seratus-dua ratus juta rupiah yang seharusnya menjadi rejeki rakyat bisa bergerak ke mana saja tergantung negosiasi orang-orang tertentu. Dalam sekejap, uang ratusan juta bisa berpindah rekening. Yang mengirimnya mendapatkan ratusan juta dosa, yang menerimanya mendapatkan ratusan juta dosa, dan yang mengetahui dan mendiamkannya pun mendapatkan ratusan juta dosa. Betapa dinamisnya transaksi pengiriman dosa di dunia para pejabat!

Ratusan juta rupiah uang haram bukan satu-satunya aspek mengerikan yang dibahas via telepon itu. Masih ada pula transaksi perempuan panggilan yang tidak ubahnya sebuah mouse pad dalam transaksi pembelian komputer ; cuma bonus! Tidak ada harganya, murahan, dan diberikan cuma-cuma sebagai ‘pengikat hubungan baik’. Cis! Celaka transaksinya, celaka yang bertransaksi, dan celaka perempuan yang mau dihargai sebagai bonus murahan. Untuk yang satu ini, saya tidak bisa menemukan ‘konversi’ yang tepat untuk mengkalkulasi dosanya. Cukuplah ucapan : na’uudzubillaahi min dzzaalik!

Semakin tinggi posisi kita berada, memang semakin di ujung tanduk. Jalan menuju surga dan neraka cuma sejarak uluran tangan. Jika tawaran berlumur maksiat itu disambut, maka barangkali nerakalah tempat kita tinggal kelak. Namun jika berhasil menguatkan diri untuk menolaknya, maka surga penuh dengan kenikmatan yang tak pernah mata melihatnya, tak pernah telinga mendengarnya, dan tak pernah akal membayangkannya. Pilihannya sederhana, namun tidak selalu mudah. Dalam dunia pejabat, pilihannya malah tak pernah mudah.

wassalaamu’alaikum wr. wb.

http://akmal.multiply.com/journal/item/682/Sejarak_Uluran_Tangan

0 komentar: