L A B E L

Labeling, Labelling, Labeler, Iklan, BO - Bimbingan Orang Tua -, D - Dewasa -, SU - Semua Umur -, Film, Movie, Kartun, dan Pendidikan. Blog ini untuk membantu kita melihat sisi lain dari persepsi yang diinginkan dari marketer dunia. Jangan mau jadi korban iklan dan acara tv.

MINTA TOLONG!!! Sepenggal Episode dari Kepribadian Atas Nama Manusia

Pernah melihat program reality show MINTA TOLONG di salah satu stasiun televisi? Bagi yang belum pernah melihat, dianjurkan untuk segera melihatnya dan ambil hikmahnya. Bagi yang sudah, apa yang anda rasakan ketika melihat itu semua? Dan apa yang akan anda katakan ketika anda perceptual position menjadi mereka, baik menjadi sang pahlawan (penolong; red), sang penolak atau menjadi orang yang berkeliling ke sana ke mari berjam−jam hanya untuk mencari seorang manusia yang dengan ikhlas mau MENOLONG.

Kita tak harus membahas tentang uang jutaan yang diberikan kepada sang penolong sebagai reward atas keikhlasannya, karena itu adalah side effect dari apa yang dia lakukan, barang siapa menanam…dia menuai. Ya, pribahasa itu mungkin cocok untuk dibahas di sini. Selebihnya, dengan melihat acara itu, coba teliti dengan seksama dari berbagai karakter atau kepribadian atas nama manusia. Boleh jadi tanpa kita sadari, kita pun berlaku yang sama dengan mereka.

Dari awal sampai sekarang program itu ditayangkan, penulis tak sekalipun melihat kalau sang pahlawan itu berasal dari kalangan yang kita bisa menyebutnya sebagai orang yang mampu. Justru tindakan yang mereka lakukan adalah menghardik, mengusir, mencibir bahkan tidak menghiraukannya, mereka yang meminta tolong tidak dianggap ada ketika menyapanya. Cukup miris ketika melihat semua ini. Jangankan untuk menolong dengan memberikan kepingan−kepingan rupiah yang buat kalangan mampu mungkin tak ada harganya, senyum pun begitu sulit untuk bisa dihadirkan ketika berhadapan langsung dengan yang meminta tolong.

Tetapi jiwa mereka adalah jiwa yang memalukan, ketika tahu yang meminta tolong itu adalah tim dari MINTA TOLONG, dengan sigap mereka membanting stir termasuk membanting wajah mereka yang asalnya kucam menjadi full smile, membujuk rayu dengan segala alasan kata−kata manis mencoba meyakinkan sang peminta bahwa dia ikhlas menolong, dengan tujuan dia bisa mendapatkan hadiah yang cukup menggiurkan bagi siapapun.

Tetapi tidak bagi sang pahlawan yang berasal dari kalangan bawah. Terlepas ada atau tidak reward itu, tanpa pikir panjang dia memberikan apa yang dia punya, untuk bagaimana nasibnya nanti ketika hartanya dibagi dengan yang lain, terserahlah pikirnya, yang penting sang peminta tertolong saat itu juga. Terlalu rasanya kalau kita tidak merasa malu dengan apa yang mereka lakukan.

Pernahkah kita berfikir, bagaimana bisa seorang pengemis jalanan yang hanya memiliki satu bungkus nasi dengan lauk pauk ala kadarnya sanggup berbagi dengan sang peminta yang pada episode itu berperan sebagai orang yang kelaparan? Pernahkan kita bertindak yang sama, ketika seorang supir angkot yang belum mendapatkan uang untuk setoran sanggup untuk mengantarkan seorang nenek cacat ke rumahnya yang begitu jauh tanpa bayar ongkos sepeserpun?

Pernahkah hati kita tergerak, ketika seorang nenek tua pemulung yang ringkih sanggup memberikan hasil pencariannya memulung untuk dijual demi menolong orang yang memerlukan biaya berobat? Pernahkah kita menolong dengan lkhlas, ketika seorang lelaki paruh baya yang sedang mencari pekerjaan tapi sanggup untuk menggagalkan pencarian rizkinya hanya karena harus membonceng dan membayarkan seseorang untuk membeli beras ke tempat yang jauh.

Pernahkah…pernahkah…pernahkah…dan begitu banyak pertanyaan ini untuk kita, dan sanggupkah kita menjawabnya sebagai pencarian jawaban sekaligus penentuan kita termasuk di barisan manusia dengan kepribadian yang mana?

Tanya pada hati kita semua, karena hati kita yang bersih tak akan pernah sanggup untuk berbohong seperti kata−kata manis atau tindakan kita yang masih bisa dimanipulasi sedemikian rupa. Setidaknya, dengan semua ini, setelah kita mengetahui tentang siapa diri kita, kita harus berbenah besar−besaran untuk merubah orientasi hidup kita. Minimal, kita merasakan malu dengan keberadaan sang pahlawan dari kalangan yang sebenarnya pun memerlukan uluran tangan−tangan kita.

Lantunan lagu HERO−nya Mariah Carey dan You Rise Me Up−nya Josh Groban adalah sepenggal pujian yang dilantunkan untuk mereka yang menjadi pahlawan−pahlawan kehidupan. Tapi mungkin, Allah punya reward yang lebih baik lagi, yaitu Surga−Nya dan predikat manusia yang mengagumkan yang akan dibacakan kelak, di hadapan semua manusia.

Semua cerita kehidupan, cerita pendek, bersambung atau panjang sekalipun, pasti ada hikmah yang terkandung di dalamnya, yang harus kita cari dan dijadikan cermin untuk langkah−langkah kecil kita selagi masih hidup. Jangan tunggu besok untuk menjadi Sang Pahlawan Kehidupan, berbagilah saat ini juga, selagi waktu kita tak berhenti tanpa kompromi. Wallahu`alam bishshowab. (PKPU)


* Gazza Sutardi, bekerja di PKPU Bandung
Sumber: http://www.pkpu.or.id/newsx.php?zx=3d7bae5d29&t=1&id=16&no=20

0 komentar: